KOLAKA TIMUR - Seorang mantan Penjabat (Pj) Kepala Desa (Kades) di Kolaka Timur, yang dikenal sebagai AD, kini harus berhadapan dengan hukum. Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Kepolisian Resor (Polres) Kolaka Timur (Koltim) telah resmi menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana desa tahun 2022. Keputusan ini diambil setelah melalui proses gelar perkara yang cermat oleh tim penyidik.
Kepala Sat Reskrim Polres Koltim, AKP Ahmad Fathoni, membenarkan penetapan tersangka ini saat dihubungi di Kendari pada Senin (8/12/2025). Beliau menjelaskan bahwa kasus ini berakar pada penyalahgunaan kewenangan dan perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan anggaran desa yang bersumber langsung dari APBN.
Bayangkan, pada tahun 2022, desa tersebut menerima guyuran dana desa dari APBN sebesar Rp920 juta, yang dicairkan dalam tiga tahap. Namun, di balik angka tersebut, terkuak serangkaian penyimpangan pengelolaan yang menyebabkan kerugian negara tak tanggung-tanggung, mencapai Rp554, 8 juta. Sungguh pilu rasanya mendengar dana yang seharusnya mensejahterakan warga justru lenyap.
"Dari rangkaian penyidikan, kami mendapati adanya dugaan penggelapan dana yang digunakan untuk kepentingan pribadi, " ungkap AKP Ahmad Fathoni, menyiratkan betapa dalamnya praktik ini.
Lebih lanjut, AKP Ahmad Fathoni membeberkan modus operandinya yang cukup licik. AD diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi dengan membangun berbagai kegiatan fiktif. Salah satunya adalah operasional penanganan dan pencegahan COVID-19 yang ternyata tidak pernah benar-benar dilaksanakan. Selain itu, pembangunan gedung Posyandu dan penyulingan nilam pun terhenti di tengah jalan, belum tuntas. Pembuatan kolam ikan juga bermasalah, dan pembangunan jalan usaha tani tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ditetapkan, bahkan menimbulkan kelebihan bayar.
Yang lebih memprihatinkan, seluruh pengelolaan dana desa ini dikendalikan sepenuhnya oleh AD, tanpa melibatkan aparat desa lainnya. Parahnya lagi, semua ini dilakukan tanpa disertai Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) keuangan yang memadai. Ini menunjukkan minimnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap langkah yang diambil.
Atas perbuatannya yang merugikan negara dan masyarakat, AD kini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menegakkan keadilan bagi masyarakat Kolaka Timur. (PERS)

Updates.